KEPEMIMPINAN HINDU
Oleh : Dewa Putu Antara
Gambar diambil dari : http://iwanmuljono.blogspot.com/p/asta-brata_7361.html
OM SWASTYASTU
Mengawali penyampaian materi di Blog ini, pertama-tama marilah kita mengucapkan
puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida
Hyang Parama Kawi, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, saya dan kita
sekalian dan para pembaca yang terkasih diberikan kekuatan dan keselamatan
lahir-bathin, serangkaian dengan kegiatan Syembara Arjuna Digital yang diikuti
Pelajar dari Tingkat SMP, SMA, Mahasiswa dan Pemuda Seluruh Indonesia Tahun
2018 ini.
Hadirin sekalian, patut disyukuri pula bahwa pelaksanaan Syembara Arjuna
Digital yang diikuti Tingkat Pelajar, Mahasiswa dan Pemuda Seluruh Indonesia
Tahun 2018 ini ada dalam era reformasi, yang mengandung sejumlah tumpuan dan
harapan bagi masa depan umat Hindu yang lebih baik. Dengan dilandasi semangat
reformasi di era Digital terlebih
milenial berlandaskan jiwa moksartham
jagadhita ya ca iti dharma, umat Hindu telah melaksanakan satu agenda yang sangat
mulia, sebagai swadharma keikutsertaan
kita dalam pembangunan berbangsa dan bernegara sebagai agenda Nasional yang
harus kita sukseskan.
Pembangunan kehidupan beragama dalam era digital ini, sangat diperlukan,
terutama dalam menjaga stabilitas dan
ketahanan Nasional, serta sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas umat
beragama, sehingga tercipta suasana kehidupan beragama yang penuh keimanan,
ketaqwaan, kerukunan yang dinamis, selaras dan seimbang. Karena itulah Syembara
Arjuna Digital yang diikuti Pelajar dari Tingkat SMP, SMA, Mahasiswa dan Pemuda
Seluruh Indonesia Tahun 2018 ini, di samping sebagai ajang pendalaman ajaran
agama Hindu juga mengandung makna pembangunan bhakti, Karma dan Jnana yang memiliki nilai strategis bagi terwujudnya
manusia Indonesia seutuhnya. Itu pula sebabnya, Tulisan ini saya beri judul KEPEMIMPINAN HINDU, sesuai dengan tema Arjuna
Digital yang telah di anjurkan sebelumnya agar menulis berkaitan dengan ajaran
Hindu..
Berbicara masalah kepemimpinan, pada prinsipnya ada yang memimpin dan ada
yang dipimpin. Dua dikotomi ini hendaknya dipertemukan secara harmoni, sehingga
melahirkan sikap kebersamaan. Kebersamaan dalam hal ini, mengandung pengertian
berat sama dipikul, ringan sama dijinjing sebagai atensi dari seia sekata dalam
suka dan duka. Ketika konteks ini telah mengakar pada setiap pribadi antara
yang pemimpin dengan yang dipimpin, niscaya tujuan organisasi dapat tercapai.
Pencapaian tujuan inilah merupakan keberhasilan dari seorang pemimpin.
Konsep kepemimpinan dalam ajaran agama Hindu bersumber pada kebenaran dari
kemahauliaan Tuhan sebagai hakikat dari ajaran dharma, karena agama Hindu
adalah agama yang bersumber pada kitab suci Weda, yang merupakan himpunan wahyu
Tuhan Yang Maha Esa. Dari kitab suci Weda inilah mengalir semua ajaran agama
Hindu, baik yang menyangkut sraddha (keyakinan),
etika (tata susila), dan acara (ritual). Itu pula sebabnya,
ajaran agama Hindu bersifat sanatana yakni
yang abadi, sehingga agama Hindu juga dikenal dengan Sanatana Dharma, atau secara imanen disebut Vaidika Dharma.
Dharma dalam agama Hindu adalah jalan menuju kehidupan
yang abadi, ikang dharma ngaranya,
henuning mara ring swarga, ika kadi gatining perahu, an henuning banyaga
nentasing tasik, “Yang disebut dharma adalah jalan untuk mencapai sorga,
tak bedanya bagaikan perahu bagi pedagang untuk mengarungi lautan”. Karena itu,
dharma hendaknya selalu diusahakan dan dimuliakan, lebih-lebih bagi seorang
pemimpin yang selalu memikirkan kerahayuan
negeri, dharma hendaknya diletakkan di atas segala-galanya. Dan perlu
diingat bahwa dharma pada zaman kaliyuga banyak ditinggal orang, kadi anak lanji “bagaikan anak haram “ tiada
peduli, apalagi memuliakannya. Ketika dharma diabaikan ketika itu pula tujuan
hidup tidak tercapai, apakah dalam mempimpin atau yang lainnya.
Bagi seorang pemimpin hendaknya memegang teguh aajaran dharma yang dikemas
melalui konsepsi Catur Pariksa (Sama,
Beda, Dhanda, Dhana). Sama artinya seorang pemimpin hendaknya selalu
bersikap tidak berat sebelah dalam memberikan keputusan, sehingga rakyat merasa
diperhatikan dan diayomi. Beda,
maksudnya adalah seorang pemimpin harus mampu dan berani bersikap tegas,
menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar dalam memutuskan sesuatu demi
keadilan tanpa memihak. Selain itu, senantiasa menciptakan suasana kritis, agar
rakyat yang dipimpin memiliki sikap berhati-hati dan penuh pertimbangan,
sehingga dapat meilih antara benar dan salah demi kepentingan bersama. Dhana, adalah seorang pemimpin berusaha
keras dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, dengan cara dapat memenuhi kebutuhan
dasar berupa sandang, pangan, dan papan serta pendidikan, kesehatan, dan
kesetaraan gender. Sehingga pembangunan manusia seutuhnya, kesejahteraan
lahir-bathin dapat terwujud. Sedangkan dhanda
maksudnya adalah seorang pemimpin harus mampu menegakkan keadilan dalam memberikan sanksi hukum terhadap pelaku kejahatan,
sehingga kejahatan dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga tercipta suasana
aman damai dan berkeadialan.
Di samping itu, konsep kepemimpinan yang telah meluas dan menjadi panutan
bagi pemimpin tempo dulu dan masa kini adalah konsep Asta Brata dengan mencontoh sifat-sifat kedewataan yakni:
1. Indrabrata, merupakan sikap seorang pemimpin yang bijaksana
dan tidak pilih kasih dalam bersedekah, sehingga merata dan tidak
membeda-bedakan, lebih-lebih kepada fakir miskin dan orang-orang suci, bagikan
Indra menurunkan hujan.
2. Yamabrata,
seorang pemimpin hendaknya bersikap
adil dan konsekuen dalam keputusan bagaikan Dewa Yama dalam menegakakan hukum
dengan tidak tebang pilih, serta penuh keadilan. Siapapun yang bersalah akan
dihukum sesuai dengan tingkat kesalahannya dan yang benar akan dilindungi.
3. Barunabrata,
bersikap tegas dan gagah perkasa
bagaikan dewa Baruna yang sangat ganas dan tidak kenal ampun dalam membinasakan
tindak kejahatan, sehingga menyebabkan seseorang takut untuk melakukan tindak
kejahatan, sehingga segala etikad tidak baik menjadi urung dilakukan.
4. Kuwera, sikap pemimpin yang penuh kebijakan dan sopan
santun, pandai dan cerdas dalam segala ilmu pengetahuan, sehingga penampilan
seorang pemimpin disegani dan berwibawa.
5. Suryabrata,
senantiasa bersikap bagaikan dewa
Matahari penuh keadilan, merata dan tanpa membeda-bedakan terhadap siapa saja,
kaya dan miskin, baik dan buruk. Bagaikan Matahari dalam menerangi jagat raya
ini.
6. Candabrata,
selalu bersikap lemah lembut, bagaikan Dewi
Bulan yang mampu membuat kesejukan bagi siapa saja, terutama kepada masyarakat.
7. Bayubrata,
seorang pemimpin harus gesit
dalam melaksanakan tugas, tidak mau menunda-nunda waktu, serta dapat melihat
dan menguasai seluruh wilayah kekuasaannya secara utuh, bagaikan dewa Angin
yang memenuhi segala ruang dan waktu.
8. Agnibrata,
bersikap pantang menyerah,
semangatnya menyala-nyala di medan laga tidak pengecut manghadapi musuh kapan
pun dan dimana saja, terutama dalam memberikan perlindungan dan rasa aman
rakyatnya.
Dalam Geguritan Niti Sastra buah karya Ida Cokoda Denpasar ada menyebutkan
bahwa seorang pemimpin hendaknya dapat diukur dari pengetahuannya, sikap
prilakunya, dan tutur sapanya. Sikap yang tidak terpuji perlu dihindari, jangan
bertindak sewenang-wenang (otoriter) kepada rakyat, tidak mengucapkan kata-kata kotor saat emosi
sekalipun. Konsep kepemimpinan ini dikenal dengan istilah Ulah Telu yakni:
1.
Wijayastra,
Bagi seorang pemimpin hendaknya
selalu berbuat baik, mengutamakan pemerataan dalam bersedekah, dan senantiasa
menghilangkan pikiran-pikiran kotor, bingung, dan sifat angkara murka. Tutur
sapanya lemah lembut, hormat kepada pendeta, sayang kepada rakyat dan memiliki
kemampuan untuk memutar roda pemerintahan.
2.
Sapadina,
Seorang pemimpin senantiasa berbudi luhur, serta
tidak silau dengan kekayaan harta benda. Karena hal itu semuanya semu sebagai
kenikmatan sesaat yang tidak abadi.
3.
Negara jenyana,
Seorang pemimpin hendaknya
selalu memikirkan kesejahteraan rakyat dan kerahayuan
negeri, memperbaiki jalan, tempat suci, jembatan, tempat pertemuan, pertanian,
peternakan, pasar, dan sebaginya yang merupakan sumber pendapatan rakyat untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka.
Kesimpulannya, harapan besar penulis di ajang lomba Arjuna Digital dan para
Yowana yang hidup di era milenial ini agar tidak lupa pada konsep-konsep ajaran
Asta Brata terlebih model kepemimpinan Hindu ini yang tujuannya adalah melayani
(seva), mensejahterakan orang banyak
(lokasamgraha) inilah yang wajib
dipegang erat, dan acuan motif seseorang itu memimpin kelak jika ia diberikan
amanah, bahwa kepemimpinan Hindu secara konsepsional tertuang dalam ajaran Asta Brata yang merujuk pada sifat-sifat
dewa yang dimuliakan dalam agama Hindu. Selain itu ada juga sebagai penguat untuk seorang
pemimpin sebagaimana terurai dalam konsep Catur
Pariksa yakni: sama, bheda, dhanha, dhana. Dan juga ajaran Ulah Telu sebagaimana yang diungkapkan
oleh Ida Cokorde Denpasar dalam Geguritan Nita Sastra yakni Wijayastra, Sapadina, dan Negarajenyana.
Demikianlah saudara-saudara sekalian yang dapat saya sampaikan dalam blog ini
yang menyangkut masalah kepemimpinan Hindu. Baarang kali jika kekurang-sempurnaanya
dengan hormat kiranya dapat dimaklumi.
Sekian dan terima kasih.
Om Ano bhradah kratawo yantu vIswatah,
Semoga semua pikiran baik datang
dari segala penjuru.
OM SANTIH SANTIH
SANTIH OM
DAFTAR PUSTAKA
PGAHN 6 Thn. Singaraja.,
Nitisastra, Pemerintah Daerah TK.I Bali, 197.
No comments:
Post a Comment