Wednesday, June 20, 2018

KEPEMIMPINAN HINDU


KEPEMIMPINAN HINDU 


Oleh : Dewa Putu Antara








OM SWASTYASTU

Mengawali penyampaian materi di Blog ini, pertama-tama marilah kita mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Hyang Parama Kawi, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, saya dan kita sekalian dan para pembaca yang terkasih diberikan kekuatan dan keselamatan lahir-bathin, serangkaian dengan kegiatan Syembara Arjuna Digital yang diikuti Pelajar dari Tingkat SMP, SMA, Mahasiswa dan Pemuda Seluruh Indonesia Tahun 2018 ini.

Hadirin sekalian, patut disyukuri pula bahwa pelaksanaan Syembara Arjuna Digital yang diikuti Tingkat Pelajar, Mahasiswa dan Pemuda Seluruh Indonesia Tahun 2018 ini ada dalam era reformasi, yang mengandung sejumlah tumpuan dan harapan bagi masa depan umat Hindu yang lebih baik. Dengan dilandasi semangat reformasi di era Digital  terlebih milenial berlandaskan jiwa moksartham jagadhita ya ca iti dharma, umat Hindu telah melaksanakan satu agenda yang sangat mulia, sebagai swadharma keikutsertaan kita dalam pembangunan berbangsa dan bernegara sebagai agenda Nasional yang harus kita sukseskan.

Pembangunan kehidupan beragama dalam era digital ini, sangat diperlukan, terutama  dalam menjaga stabilitas dan ketahanan Nasional, serta sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas umat beragama, sehingga tercipta suasana kehidupan beragama yang penuh keimanan, ketaqwaan, kerukunan yang dinamis, selaras dan seimbang. Karena itulah Syembara Arjuna Digital yang diikuti Pelajar dari Tingkat SMP, SMA, Mahasiswa dan Pemuda Seluruh Indonesia Tahun 2018 ini, di samping sebagai ajang pendalaman ajaran agama Hindu juga mengandung makna pembangunan bhakti, Karma dan  Jnana  yang memiliki nilai strategis bagi terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya. Itu pula sebabnya, Tulisan ini saya beri judul KEPEMIMPINAN HINDU, sesuai dengan tema Arjuna Digital yang telah di anjurkan sebelumnya agar menulis berkaitan dengan ajaran Hindu..

Berbicara masalah kepemimpinan, pada prinsipnya ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Dua dikotomi ini hendaknya dipertemukan secara harmoni, sehingga melahirkan sikap kebersamaan. Kebersamaan dalam hal ini, mengandung pengertian berat sama dipikul, ringan sama dijinjing sebagai atensi dari seia sekata dalam suka dan duka. Ketika konteks ini telah mengakar pada setiap pribadi antara yang pemimpin dengan yang dipimpin, niscaya tujuan organisasi dapat tercapai. Pencapaian tujuan inilah merupakan keberhasilan dari seorang pemimpin.

Konsep kepemimpinan dalam ajaran agama Hindu bersumber pada kebenaran dari kemahauliaan Tuhan sebagai hakikat dari ajaran dharma, karena agama Hindu adalah agama yang bersumber pada kitab suci Weda, yang merupakan himpunan wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Dari kitab suci Weda inilah mengalir semua ajaran agama Hindu, baik yang menyangkut sraddha (keyakinan), etika (tata susila), dan acara (ritual). Itu pula sebabnya, ajaran agama Hindu bersifat sanatana yakni yang abadi, sehingga agama Hindu juga dikenal dengan Sanatana Dharma, atau secara imanen disebut Vaidika Dharma.
Dharma dalam agama Hindu adalah jalan menuju kehidupan yang abadi, ikang dharma ngaranya, henuning mara ring swarga, ika kadi gatining perahu, an henuning banyaga nentasing tasik, “Yang disebut dharma adalah jalan untuk mencapai sorga, tak bedanya bagaikan perahu bagi pedagang untuk mengarungi lautan”. Karena itu, dharma hendaknya selalu diusahakan dan dimuliakan, lebih-lebih bagi seorang pemimpin yang selalu memikirkan kerahayuan negeri, dharma hendaknya diletakkan di atas segala-galanya. Dan perlu diingat bahwa dharma pada zaman kaliyuga banyak ditinggal orang, kadi anak lanji “bagaikan anak haram “ tiada peduli, apalagi memuliakannya. Ketika dharma diabaikan ketika itu pula tujuan hidup tidak tercapai, apakah dalam mempimpin atau yang lainnya.

Bagi seorang pemimpin hendaknya memegang teguh aajaran dharma yang dikemas melalui konsepsi Catur Pariksa (Sama, Beda, Dhanda, Dhana). Sama artinya seorang pemimpin hendaknya selalu bersikap tidak berat sebelah dalam memberikan keputusan, sehingga rakyat merasa diperhatikan dan diayomi. Beda, maksudnya adalah seorang pemimpin harus mampu dan berani bersikap tegas, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar dalam memutuskan sesuatu demi keadilan tanpa memihak. Selain itu, senantiasa menciptakan suasana kritis, agar rakyat yang dipimpin memiliki sikap berhati-hati dan penuh pertimbangan, sehingga dapat meilih antara benar dan salah demi kepentingan bersama. Dhana, adalah seorang pemimpin berusaha keras dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, dengan cara dapat memenuhi kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, dan papan serta pendidikan, kesehatan, dan kesetaraan gender. Sehingga pembangunan manusia seutuhnya, kesejahteraan lahir-bathin dapat terwujud. Sedangkan dhanda maksudnya adalah seorang pemimpin harus mampu menegakkan keadilan dalam memberikan  sanksi hukum terhadap pelaku kejahatan, sehingga kejahatan dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga tercipta suasana aman damai dan berkeadialan.

Di samping itu, konsep kepemimpinan yang telah meluas dan menjadi panutan bagi pemimpin tempo dulu dan masa kini adalah konsep Asta Brata  dengan  mencontoh sifat-sifat  kedewataan yakni:

1.      Indrabrata, merupakan sikap seorang pemimpin yang bijaksana dan tidak pilih kasih dalam bersedekah, sehingga merata dan tidak membeda-bedakan, lebih-lebih kepada fakir miskin dan orang-orang suci, bagikan Indra menurunkan hujan.

2.      Yamabrata, seorang pemimpin hendaknya bersikap adil dan konsekuen dalam keputusan bagaikan Dewa Yama dalam menegakakan hukum dengan tidak tebang pilih, serta penuh keadilan. Siapapun yang bersalah akan dihukum sesuai dengan tingkat kesalahannya dan yang  benar akan dilindungi.

3.      Barunabrata, bersikap tegas dan gagah perkasa bagaikan dewa Baruna yang sangat ganas dan tidak kenal ampun dalam membinasakan tindak kejahatan, sehingga menyebabkan seseorang takut untuk melakukan tindak kejahatan, sehingga segala etikad tidak baik menjadi urung dilakukan.


4.      Kuwera, sikap pemimpin yang penuh kebijakan dan sopan santun, pandai dan cerdas dalam segala ilmu pengetahuan, sehingga penampilan seorang pemimpin disegani dan berwibawa.

5.      Suryabrata, senantiasa bersikap bagaikan dewa Matahari penuh keadilan, merata dan tanpa membeda-bedakan terhadap siapa saja, kaya dan miskin, baik dan buruk. Bagaikan Matahari dalam menerangi jagat raya ini.


6.      Candabrata,  selalu bersikap lemah lembut, bagaikan Dewi Bulan yang mampu membuat kesejukan bagi siapa saja, terutama kepada masyarakat.

7.      Bayubrata, seorang pemimpin harus gesit dalam melaksanakan tugas, tidak mau menunda-nunda waktu, serta dapat melihat dan menguasai seluruh wilayah kekuasaannya secara utuh, bagaikan dewa Angin yang memenuhi segala ruang dan waktu.


8.      Agnibrata, bersikap pantang menyerah, semangatnya menyala-nyala di medan laga tidak pengecut manghadapi musuh kapan pun dan dimana saja, terutama dalam memberikan perlindungan dan rasa aman rakyatnya.

Dalam Geguritan Niti Sastra buah karya Ida Cokoda Denpasar ada menyebutkan bahwa seorang pemimpin hendaknya dapat diukur dari pengetahuannya, sikap prilakunya, dan tutur sapanya. Sikap yang tidak terpuji perlu dihindari, jangan bertindak sewenang-wenang (otoriter) kepada rakyat,  tidak mengucapkan kata-kata kotor saat emosi sekalipun. Konsep kepemimpinan ini dikenal dengan istilah Ulah Telu yakni:

1.  Wijayastra,
     Bagi seorang pemimpin hendaknya selalu berbuat baik, mengutamakan pemerataan dalam bersedekah, dan senantiasa menghilangkan pikiran-pikiran kotor, bingung, dan sifat angkara murka. Tutur sapanya lemah lembut, hormat kepada pendeta, sayang kepada rakyat dan memiliki kemampuan untuk memutar roda pemerintahan.

2.   Sapadina,
            Seorang pemimpin senantiasa berbudi luhur, serta tidak silau dengan kekayaan harta benda. Karena hal itu semuanya semu sebagai kenikmatan sesaat yang tidak abadi.

3.   Negara jenyana,
            Seorang pemimpin hendaknya selalu memikirkan kesejahteraan rakyat dan kerahayuan negeri, memperbaiki jalan, tempat suci, jembatan, tempat pertemuan, pertanian, peternakan, pasar, dan sebaginya yang merupakan sumber pendapatan rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Kesimpulannya, harapan besar penulis di ajang lomba Arjuna Digital dan para Yowana yang hidup di era milenial ini agar tidak lupa pada konsep-konsep ajaran Asta Brata terlebih model kepemimpinan Hindu ini yang tujuannya adalah melayani (seva), mensejahterakan orang banyak (lokasamgraha) inilah yang wajib dipegang erat, dan acuan motif seseorang itu memimpin kelak jika ia diberikan amanah, bahwa kepemimpinan Hindu secara konsepsional tertuang dalam ajaran Asta Brata yang merujuk pada sifat-sifat dewa yang dimuliakan dalam agama Hindu. Selain itu  ada juga sebagai penguat untuk seorang pemimpin sebagaimana terurai dalam konsep Catur Pariksa yakni: sama, bheda, dhanha, dhana. Dan juga ajaran Ulah Telu sebagaimana yang diungkapkan oleh Ida Cokorde Denpasar dalam Geguritan Nita Sastra yakni Wijayastra, Sapadina, dan Negarajenyana.

Demikianlah saudara-saudara sekalian yang dapat saya sampaikan dalam blog ini yang menyangkut masalah kepemimpinan Hindu. Baarang kali jika kekurang-sempurnaanya dengan hormat kiranya dapat dimaklumi.

Sekian dan terima kasih.
Om Ano bhradah kratawo yantu   vIswatah,
Semoga  semua pikiran baik datang dari segala penjuru.

OM SANTIH SANTIH SANTIH OM


DAFTAR PUSTAKA

 PGAHN 6 Thn. Singaraja., Nitisastra, Pemerintah Daerah TK.I Bali, 197.

 Suhardana, K.M.2008.NITI SASTRA, ilmu kepemimpinan atau management berdasarkan agama        Hindu. Paramita Surabaya


No comments:

Post a Comment